Sang "PENGADU NASIB"
Hari ini sangat merasa bersalah
dengan seorang teman kampusku yang baru kukenal belum lama ini. Dia adalah
seorang wanita yang mandiri, dan baik sekali. Namanya adalah Astuti.
Hari ini aku main kerumahnya yang
tidak jauh dari kampus kami, awalnya aku hanya ingin mengantarnya pulang karena
rumah kami 1 arah, tetapi karena hari yang masih panjang dan matahari-pun
sangat terik, kuputuskan untuk mampir sebentar. Ya, hari ini kami pulang sangat
awal karena hanya 1 mata kuliah saja.
Aku terpaku melihat keadaan ini,
sangat sederhana sekali ternyata... ia tinggal bersama kakak laki-lakinya yang
ternyata satu kampus denganku juga namun
beda jurusan. Dan ditambah 1 orang lagi adik sepupu perempuannya yang sedang
singgah untuk mencari pekerjaan disini di kota industri ‘Bekasi’. Ya, mereka
tinggal 1 atap disebuah kontrakan yang sederhana sekali. karena sejatinya
mereka adalah anak-anak rantau yang sedang mangadu nasib.
Mereka berasal dari kebumen jawa
tengah, jarak yang cukup jauh menurutku.
Yang aku dapati disini, hanyalah
sebuah kasur lipat yang sudah lusuh, sebuah kipas angin, peralatan memasak yang
portable, dengan peralatan dapur seadanya, sebuah lemari kecil, dispanser dan
tanpa televisi. Mereka tinggal bertiga di satu atap yang sempit dengan 1 ruang
yang diberi 3 sekat. Untuk ruang tamu yang dijadikan kamar kak Dimas, sebuah
ruang tengah dan 1 kamar mandi yang dijadikan 1 dengan dapur. Kurang lebih 3x8m
ukuran rumah mereka. Sangat sempit menurutku karena harus dibagi 3 orang
penghuni.
Awalnya aku hanya main-main saja
sambil mengobrol dengan astuti. Lalu kemudian dia menawarkan makan siang
kepadaku. Awalnya aku tidak mau, tetapi dia sudah menyodorkan makanan untukku.
Akhirnya akupun mau menyantapnya kaena merasa tidak enak hati. Lagian... fikirku akupun sedang mengirit uang
jajan, jadi makan disini apa salahnya.
Belum sampai kusantap makanan
itu, tiba-tiba kak dimas pulang kampus. Sebelumnya, Aku terpaku melihat makanan yang ada
dihadapanku. Benar-benar porsi yang hanya cukup untuk 3 orang. Aku bingung apa
yang harus aku lakukan, sedangkan makanan ini sudah hampir aku makan. Tetapi
aku belum menyentunya sama sekali, bahkan aku bingung bagai mana cara
membaginya?
Asti adalah orang pertama yang
menyendok nasi dari ricecooker. Kulihat dia menyendok dengan porsi yang sangat
sedikit sekali... aku jadi semakin tidak tega menyantapnya. Kulihat Maya adik
sepupunya yang baru datang dari kampung tidak ikut makan bersama kami, kutanya
dia...
“ mengapa tidak makan?”
“aku udah makan ka..” jawabnya dengan sdikit terbata.
“ahh.. masa, dari tadi aku belum
ngelihat kamu makan”
“yaudah kaka aja yang makan, aku udah
kenyang”
Sebuah jawaban yang sampai kehati menurutku, dia sampai
tidak ikut makan karena takut tidak cukup untuk kami. Dia tau, mungkin jika ia
ikut makan siang bersama kami, lauk dan semuanya tidak akan cukup untuk kak
Dimas juga.
Hmmmmm.... betapa
mengerikannya aku ini... fikirku dalam hati...
Aku bingung antara ikut menyendok nasi atau tidak,
Yasudah... akhirnya akupun menyendok nasi, serta lauk yang
sudah disediakan. Tetapi dengan porsi yang sangat sedikittt sekali, akupun malu
sekali menyantapnya. Benar-benar dirasuki oleh perasaan bersalah yang luar
biasa.
Kulihat kak dimas tidak juga ikut makan bersama aku dan
Astuti...
Akupun mencarinya...
“ kak dimas tidak ikut makan?” tanyaku pada kak dimas..
“oh iya... nanti saja. Silakan makan duluan saja, kakak mau
shalat dulu”
Kak dimaspun bergegas shalat, dan aku benar benar merasa
tidak enak hati.. selesai shalat kak Dimas pergi keluar sebentar, aku tidak tau
dia mau kemana yang jelas tidak begitu lama iapun kembali lagi.
Sesampainya di rumah, ia langsung mengenakan tas dan
jacketnya lagi..
Aku bertanya....
“kakak mau kemana?”
“ohh... kakak masih ada mata kuliah”
“loh, nggak makan dulu?”
“nanti aja di
kampus..” jawabnya sambil lalu, dan tersenyum...
Lagi-lagi jawaban yang menyentuh hati yang keluar. Aku jadi
semakin tidak enak hati kepadanya. Andai saja aku tidak main kesini, mungkin
mereka akan cukup makan ber tiga.
Benar-benar makhluk yang mengerikan aku ini, menunpang makan
di tempat yang tidak semestinya ku tumpangi.
Hmmmm... benar-benar menyiksa hatiku. Sangat berslah sekali
rasanya... benar – benar menjadi fikiran yang tidak nyaman hingga kini, terus
terang saja aku belum pernah dihadapi dengan situasi seperti ini. Rasanya sangat
bersalah sekali...seperti seorang tersangka yang sedang kena sidang....
Hmmmmmmhhh....
Aku sangat salut kepada mereka. Begitu semangatnya mereka
menjalani hidup, sangat mandiri sekali. Aku sendiri bingung bagaimana caranya
membagi waktu antara bekerja dan kuliah seperti ka Dimas.
Pagi ia kuliah, malam hari harus siap bekerja..., ditambah
lagi uang yang diperoleh digunakan untuk membiayai kehidupan sehari – hari,
untuk biaya kuliahnya, dan untuk membiayai kuliah Astuti juga. Hmmm benar-benar
mandiri sekali.
Aku sampai bingung melihatnya yang seperti itu, seharusnya
uang yang ia peroleh hanya cukup dan benar-benar pas untuk biaya hidup semacam
itu, tapi yang kudapati. Ia mampu membeli fasilitas pendukung untuk kuliah
seperti sebuah Note book, PC, Printer dan peralatan digital lainnya.
Waww.... seper
sekali... tuhan memang sangat adil dan bijaksana... Mereka benar-benar orang
yang sangat mandiri menurutku, mampu menjalani hidup seperti itu. Mungkin jika
aku diposisi seperti mereka tidak bisa sekuat itu. Atau mungkin juga bisa
seperti mereka jika kucoba... tapi aku tidak mempunyai kemampuan yang besar
untuk itu.
Hanya 2 telapak tangan yang bisa ku adu berulang kali demi
mengeluarkan suara yang nyaring untuk mereka... benar-benar super mereka itu.
Ya Tuhan... semoga engkau selalu menguatkan mereka, dan
segera membesarkan mereka...
Aminn...
#
Comments
Post a Comment